Garut, Jawa Barat, Indonesia: A Lesson Learned - Matters of the heart...

"Tantangan untuk menjadi seorang photographer adalah bagaimana membuat objek yang tidak menarik menjadi demikian menarik, sehingga orang akan tertarik untuk melihat aslinya..."

Quote di atas sebenarnya saya buat sendiri semata-mata untuk memacu saya semangat ngejeprat-jepret dan melatih mata plus pikiran saya tentang bagaimana melihat sesuatu. Harus saya akui, saya seringkali minder dengan jepretan-jepretan saya yang minim untuk mengabadikan setiap tempat yang saya lihat. Padahal, saya punya cita-cita untuk mempromosikan setiap
tempat yang saya kunjungi kepada banyak orang. Berhubung saya pengen banget mempromosikan Indonesia, berusaha membuka banyak mata orang (terutama orang Indonesia) untuk menyadari bin memaknai keindahan Indonesia sendiri, saya jadi berusaha banget untuk bisa mengambil banyak gambar, sekeren mungkin, sejauh mata saya bisa menganalisa tentang keindahannya. Pada saat saya belajar itulah, saya mendapatkan quote diatas.

Baru-baru ini saya mengunjungi kota Garut, yang out-planned banget dan bener-bener sangat piknik (akhirnya, ada juga jalan-jalan yang beli oleh-oleh). Bermodalkan sebuah mobil Xenia yang diisi dengan 6 orang dewasa (dewasa?) dan satu anak-anak, saya dan teman-teman ngacir ke kota Garut. Trip kami yang menghabiskan kocek bersama sekitar 150.000 rupiah per orang (termasuk bensin, penginapan dan beberapa kali makan) ini, mengajarkan saya satu lagi pelajaran hidup. Ketika saya menuju Garut, satu hal yang saya pikir pasti bagus banget (and i meant BANGEDDD!!!) adalah kota Garut itu sendiri (karena dikelilingi pegunungan, emang keren sih), Cipanas, Situ Bagendit dan Candi Cangkuang. Apalagi waktu trip saya ke Pangandaran beberapa waktu lalu, sempat tercetus ide untuk mampir ke tempat yang satu ini. Jadi, saya berasumsi bahwa kota Garut memang keren.

Kesan saya waktu sampai disana (dan saya menginap di Cipanas dengan penginapan berkamar besar tapi standar, dengan fasilitas sangat amat memadai seharga 160.000/malam untuk hari libur/weekend, yang bisa kita isi dengan 6.5 orang dewasa... very impressive!!!) adalah pemandangannya keren, tapi harus diambil dari sudut-sudut tertentu sehingga menonjolkan kekerenannya. Bagi saya, saat itu, hal itu adalah yang tersulit. Bisa disebabkan karena 2 hal: 1). Saya jarang banget ngambil landscape darat, karena kebanyakan trip di pantai/laut; atau 2). Memang saya sudah set in mind bahwa landscape itu biasa aja, karena saya tidak mau mengeksplor sudut lain. Poin kedua menurut saya poin haram bagi seorang photographer-wanna-be. Salah seorang teman dengan modal SLR-entah-berapa-lensa pernah bilang, bahwa kita harus menghargai sudut-sudut pengambilan. Kita bisa ampe' jungkir balik, demi pengambilan sudut dari sebuah objek yang pas.

Poin yang kedua mengajarkan saya tentang satu hal, matters of the heart; dan ada hubungannya dengan sermon yang saya dengar di hari minggu kemarin, "You ought to love everything to be able to put all of your efforts to work on it..."

Saya belajar bahwa, kondisi hati kita itu mempengaruhi penglihatan kita; physically and mentally. Kalau kita sudah memandang segala sesuatu itu negatif, pasti ada yang salah dengan hati kita. Kalau tiba-tiba penglihatan kita akan sesuatu itu jelek, pasti ada yang salah dengan hati kita. Bukankah Tuhan menciptakan segala sesuatunya itu baik? So, in everything in life, pasti ada bagusnya. Everything is like a coin, it always has two sides of it; positive and negative; good and bad. Belajar dari hal diatas, saya jadi belajar mengenai makna menikmati perjalanan saya. Semuanya bagus kok, depends on how we personally see it aja sih, depends on how we feel in our hearts too.

Don't you think so?


ime'...

PS: foto-foto-nya ada di multiply sayah ini ; itinerary-nya akan segera saya aplod ya :)

Comments

i like your 'jepretan'... and your stories also ^^
ime' said…
aduh dioz, kamu membuat saya terharu *snif snif* ma' kasih yaaaaa :)

Popular Posts