Enjoy the preparation for a fun journey...

Heyho!

Apa kabar kalian kah? Semoga baik ya.

Hari ini gue mau menulis tentang satu hal, yang kita semua punya, nggak ada yang kaya akannya, atau pun miskin akannya. Semua kita memiliki hal ini, sama besarannya; namanya 'waktu'. Setiap kita punya 24 jam setiap harinya. Bahkan pemimpin negara di berbagai belahan negara, memiliki waktu 24 jam setiap harinya.

Kita hidup di dunia yang memiliki batasan ruang dan waktu

Bedanya adalah untuk beberapa orang dari kita, waktu kita tidak semahal beberapa orang yang lain. Walaupun sebenarnya, kita punya besaran yang sama, 24 jam setiap hari. Postingan ini terinspirasi dari sebuah percakapan lepas yang spontan, yang memiliki tujuan untuk mengingatkan seorang anak SMA kelas 2, bahwa mengeluh itu tidak membawa kita kemana-mana. Apalagi mengeluh mengenai sesuatu yang tidak bisa dihindari, dan untuk mencapai sesuatu yang kamu inginkan, sesuatu itu harus dihadapi.

Pernah kah kalian memiliki momen di mana kalian ngomong ke orang, untuk menegur atau menguatkan orang tersebut, namun pada akhirnya, perkataan tersebut lebih banyak ditujukan untuk kita sendiri? How does it feel? Agak dongkol gak? Hehehhe... Nah ya, itu yang terjadi dengan gue. Gue ternyata ngomong ke ponakan gue, untuk sesuatu yang sebenarnya perlu untuk gue cermati juga dalam hidup gue.

Salah satu orang di keluarga gue yang gue bisa bercanda amat sangat konyol adalah dengan keponakan gue, yang saat ini duduk di SMA kelas 2, perempuan. Mungkin karena dia generasi Z (millennial ++ kali ya?), jadi kadang menurut gue, pembahasannya itu menarik, kocak, dan hidup banget. Sepertinya, sangking menikmatinya gue dengan ponakan gue ini, kadang-kadang gue suka dititipin sama orang tuanya, untuk jaga'in dia. Padahal yang ada, dia yang jaga'in gue, tantenya.

Waktu itu hari Minggu; hari terakhir berleha-leha, ketika dia kemudian complain, "Ya ampun, besok udah mulai sekolah lagi," kata dia. Itu bukan sekali dua kali juga gue dengar dia ngomong begitu. Gue terus terang, punya masa-masa sekolah yang menyenangkan. Mata pelajaran yang gue kuasai, membuat gue sangat betah berlama-lama untuk menyelesaikan masalah matematika. Gue juga sangat aware dengan fakta bahwa, tidak banyak orang yang percaya bahwa gue suka banget matematika, secara gue secara konstan dapat ditemukan di lapangan basket SMA. Kalau hari Senin pagi, setelah upacara, nggak jarang gue ditemukan sedang lari keliling lapangan, karena gue nakal pas upacara; baca buku lah, ngobrol lah, apa lah. But, despite of begitu banyak setrapan yang gue terima waktu sekolah, gue enjoy my school time, dan gue gak akan ragu untuk kembali lagi.

Tapi ternyata, ponakan gue itu sebel banget dengan masa-masa sekolahnya. Terutama di sekolah dia yang satu ini, yang menurut dia amat sangat menyibukkan dia dengan pelbagai macam pelajaran.

Waktu gue mendengar hal itu, yang gue lakukan adalah memberikan kepada dia fakta, bahwa seharusnya dia menikmati masa sekolahnya, karena masa-masa inilah di mana dia dan teman-teman dekatnya, bisa bertemu setiap hari. "Kuliah nanti, belum tentu kamu ketemu mereka terus, de..." Dia kemudian terdiam, dan bergumam, "Bener juga ya..." yang didengar juga oleh kedua orang tuanya.

In a way, gue merasa bangga, karena bisa menegur keponakan gue, dan dia bisa reflect. Itu adalah sesuatu yang membuat gue senang, ketika orang itu mempertimbangkan usulan gue, sebagai sesuatu yang positif. 

Lucunya, paska gue ngomong begitu, tiba-tiba gue bertanya pada diri gue sendiri: adakah gue menikmati masa-masa gue saat ini, sehingga gue bisa meminimalkan complain gue sehari-hari? 

Life can be so rocky, that makes what's left in us are merely complaints

Sebenarnya pekerjaan gue merupakan pekerjaan yang gue suka. I got to meet people, gue bisa influence mereka dengan begitu banyak hal dari pengetahuan dan analisis gue, dan somehow, gue bisa berkontribusi akan sesuatu. Tapi, ada juga masa-masa di mana gue cape banget terlalu banyak jalan, atau punya aktivitas di luar kantor, yang membuat gue rasanya males banget. Karena gue juga suka nulis, jadi kayaknya kalau misalnya dalam satu minggu gue gak punya waktu untuk duduk diam di kantor dan nulis, gue bisa cranky banget. Kadang kalau dalam kondisi seperti itu, maunya gue adalah complain aja. Tapi, gue juga belajar, bahwa complain itu tidak memecahkan masalah gue. I still have to face that kind of situation, dan banyak banget yang jadinya nggak bisa gue lakukan. Walau gue gak complain, sering gue melakukan segala sesuatunya dengan terpaksa, dan gue tau, itu salah banget.

Gue tumbuh menjadi seseorang yang sangat aktif. Gue aktif banget main basket, sampai gue bisa berhari-hari gak ke sekolah, karena gue tanding sana-sini. Gue harus latihan basket juga, gue latihan club, banyak banget. Tapi, gue juga menyadari, bahwa waktu gue main basket, gue lupa kalau gue harus menjaga stamina gue, supaya gue siap pada saat gue harus tanding. Nah, gue benci banget sama persiapan-persiapan begini nih. Jadi, gue suka males banget latihan fisik sendiri. Bagi gue waktu itu, lebih baik gue duduk dan ngerjain soal matematika, ketimbang gue latihan fisik dengan cara lari keliling komplek. Itu akhirnya, gue sesali kemudian.

Sekarang kalau misalnya gue nengok ke belakang, ada satu hal yang gue sadari dan sesali, betapa gue tidak melatih disiplin gue dengan semestinya. Mungkin kalau misalnya gue latihan fisik, disiplin, dari dulu, gue nggak akan merasakan persiapan sebagai sesuatu yang menyebalkan. Jangankan gue masalah latihan fisik, sekarang aja gue kalau misalnya mau travel, gue males banget packing. Rem to the pong. Biasanya, either gue jadi bawa baju kebanyakan, atau ada aja yang lupa gue bawa.

I wish gue bisa lebih disiplin bangun pagi, tidur, dan yang paling penting, makan. Ketidakdisiplinan gue dalam makan, membuat gaya makan gue jadi berantakan, dan terakhir gue medical check-up, gue dimarahin sama dokter gizi.

Semuanya dimulai dari bagaimana kebiasaan kita untuk mengelola waktu kita.

Kalian pernah nggak sih waktu SD kalau nggak salah, pelajaran apa gitu ya, disuruh buat jadwal pribadi? Gue masih ingat, itu gue tempel di mana-mana. Tapi dasar gue kayak nggak mau dikekang sama waktu, jadi, jadwal itu hanya sebatas bagian dari PR aja, bukan sesuatu yang gue terapkan di dalam keseharian gue. Sekarang, udah umur segini, gue baru ngerti kenapa dulu kita belajar begituan.

Gue sekarang melihat waktu dari perspektif yang berbeda. Gue nggak menyangka gue bisa sesibuk sekarang, dan gue juga tau kapasitas gue pribadi. Gue perlu sesuatu untuk melepaskan tekanan yang ada di dalam kepala gue. Walaupun gue udah di umur yang sekarang, gue masih terus menerus struggle dengan mendisiplinkan diri gue untuk mengerjakan apa yang harus gue kerjakan. Gue juga volunteering di gereja gue, yang seringkali, gue memerlukan waktu tambahan untuk menyendengkan telinga gue kepada orang-orang yang perlu untuk didengarkan. 

Tapi gue juga jadi benar-benar belajar mengenai esensi, bagaimana kita perlu orang lain dalam hidup kita. Semakin ke sini, gue semakin menyadari bahwa gue bukan manusia super yang bisa segalanya. Jadi yang gue lakukan adalah distribute the labor. Gue delegate the issue. Gue share the dos and the don'ts, dan gue memberikan kesempatan untuk yang ada di bawah gue, supaya bisa belajar. Gue menyadari dengan begitu, tugas gue jadi jauh lebih mudah. Gue juga nggak ngerti kenapa ada begitu banyak orang yang mau melakukan segala sesuatunya sendiri, padahal sebenarnya lebih baik kalau misalnya bisa distribute the work. 

Gue belajar untuk sibuk menjadi diri gue sendiri, memperbaiki diri gue sendiri, dan gak mau rempong dengan kelakuan orang lain, terutama orang-orang yang kerjanya cuman bisa ngomongin orang. I simply don't understand why there are people who love to watch things, instead of doing thing or even creating things. Bukan kah life is more meaningful when we create things, than watch things?

Let's enjoy the preparation to make our journey as fun as possible

Anyway, statement yang gue kasih ke ponakan gue membuat gue berpikir ulang sebelum mengeluh. Gue mungkin nggak ada lagi masa-masa di mana gue bisa jalan-jalan, atau sharing knowledge yang gue punya, ke depannya. Gue mungkin nggak ada lagi masa-masa di mana gue bisa menikmati weekend di rumah, atau nggak bisa nulis blog, atau apa pun. Thus, gue memilih untuk menikmati segala sesuatu yang datang ke gue, bersyukur akannya, dan memanfaatkannya to build all the fun that I need for this life-journey I'm in.

Happy enjoying life.

Trust me, there are lots of joy, when you well prepared.

ime'...

Comments

Popular Posts