Cerita dari Polandia

Heyho!

Gimana kabarnya? Gue baru menyadari kalau terakhir gue posting di blog ini adalah tahun lalu. Weewww!!! Padahal tahun 2018 bentar lagi berakhir. Hahaha... maap yak...

Kali ini gue mau cerita soal perjalanan gue ke Katowice, Polandia, tanggal 30 November 2018 - 17 Desember 2018.




COP 24
Perjalanan gue ke Katowice, Polandia, dalam rangka mengikuti COP 24. COP itu singkatan dari Conference of Parties to the United Nations Framework on Climate Change Convention (UNFCCC). COP ini merupakan pertemuan tertinggi tahunan, yang biasanya diadakan setiap tahun, di tempat yang berbeda-beda. COP ini bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan dari 197 negara-negara di dunia yang meratifikasi Konvensi, terhadap upaya-upaya terkait dengan perubahan iklim; baik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan maupun untuk beradaptasi terdahap dampak perubahan iklim yang mungkin untuk terjadi.

Banyak orang yang berpikir bahwa namanya konferensi, jadi pasti isinya adalah sesi-sesi belajar aja. Well, buat gue semuanya adalah sesi belajar sih, tapi memang dalam format yang berbeda. Pendekatan COP ada 2: pertama adalah yang negosiasi, dan yang kedua adalah non-negosiasi. Kalau sesi negosiasi, biasanya kita punya draft keputusan yang harus kita pelajari sebelum kita bernegosiasi dengan negara lain di COP. Kita harus mempelajari semua draft keputusan itu, beserta dengan dokumen pendukungnya, untuk melihat apakah kepentingan negara ada di draft keputusan itu. Kalau tidak ada dan menurut kita kepentingan negara kita tidak bisa diakomodir didalam draft keputusan yang ada, maka kita harus menegosiasikannya. Itu sebabnya, penting banget untuk bisa mengerti proses munculnya draft keputusan itu, dan yang paling penting adalah tahu dan mengerti kepentingan negara kita; mana yang tidak bisa ditolerir dan mana yang masih bisa kita tolerir untuk mencapai keputusan. Kebanyakan sistem UN adalah konsensus; jadi jangan harap bisa menemukan sistem voting untuk menentukan keputusan. Karena prinsip konsensus ini, jangan kaget juga kalau bisa pulang sampai larut malam, dini hari, atau bahkan pagi hari di keesokan harinya. Tipe-tipe negosiasinya juga macam-macam, mulai dari yang terbuka untuk media, sampai negosiasi tertutup tanpa flag.






Pendekatan lainnya yang adalah non-negosiasi, memang biasanya dituangkan dalam bentuk sesi-sesi presentasi. Tapi waktunya juga nggak lama. Tergantung dari visi mereka yang membuat sesi-sesi tersebut, audience-nya bisa berbeda-beda. Paling efektif sebenarnya adalah dengan melibatkan negosiator either sebagai audience, atau sebagai pembicara. Jadi kita bisa mempengaruhi pemangku kepentingan secara langsung.

Semenjak tahun 2014 di Lima, Peru, gue ikutan di sesi negosiasinya langsung. Semenjak itu, gue secara konstan memberikan masukan-masukan dan pendapat gue terhadap draft keputusan untuk dinegosiasikan di meja perundingan. Sejujurnya, walaupun capek banget setelahnya, tapi gue sangat menikmati pekerjaan ini. Mungkin karena gue harus melakukan banyak analisis, nanya-nanya orang, baca-baca dokumen pendukung, dan seringkali berujung pada menuliskan either intervensi, atau submisi.

Suka-dukanya berada di posisi gue? Mmm... sangat sering kita jadi aktor yang datang duluan, dan pulang belakangan. Tapi, yang menurut gue paling sering terjadi adalah biasanya gue gak pernah bisa melihat apa-apa di kota atau negara di mana COP dilaksanakan. Soalnya, waktu gue udah habis di dalam ruang negosiasi, kalau udah selesai, kadang diminta ngumpul sama lead negotiator, untuk ngebahas agenda-agenda yang akan datang, atau bahas dokumen yang baru keluar. Selesainya nanti udah malam. Sukur kalau negara tempat COP ini pas malam hari, tokonya masih buka. Kalau nggak, sedih banget deh. Ujung-ujungnya makan kebab atau makan makanan mahal bin gak enak di venue.




Tapi suka-nya adalah biasanya gue jadi punya pandangan baru terhadap isu yang gue tangani. Terus, gue juga jadi banyak belajar tentang opsi-opsi menyelesaikan masalah secara konsensus. Kita bisa build network, belajar mendengarkan, dan mencoba untuk mencerna informasi yang ada. Hal paling besar yang gue pelajari adalah belajar untuk berpikir secara global dan gak mikro. It's not about us, but it's about the world.

Negosiasi di Katowice kemarin? Cukup dengan extending the conference ke hari berikutnya. Gue kurang tau selesai jam berapa, tapi gue jam 10 PM udah balik, dan seingat gue masih panjang ceremony-nya.

Bagaimana dengan Katowice?
Katowice sendiri buat gue adalah kota (yang sangat) kecil. Menarik walaupun kecil, tapi Katowice punya Spodek, stadion yang bisa disulap untuk menampung puluhan ribu orang yang datang ke COP 24. Suhu terendah yang gue alami di Katowice adalah -2 C, yang menurut supir taksi setempat, adalah suhu yang cukup hangat bagi mereka, sedangkan bagi gue, itu gak hangat. Tapi, gue sempat juga tidur dengan jendela terbuka.




Tempat gue menginap adalah sebuah hostel, di mana gue share kamar dengan dua orang Indonesia lainnya. Kamar kami adalah kamar loteng, dan jarak hostel ke venue hanya sekitar 10 menit jalan kaki. Karena tidak disediakan sarapan di hostel, jadi rutinitas gue sebelum ke venue adalah mampir di toko roti yang ada di dekat hostel dan searah ke venue, kemudian membeli salad dan roti. Tak lupa gue membawa sambal terasi untuk menemani salad gue (secara gue nggak suka mayonaise kinda-like).

Untuk makan siang, kalau jam break normal (1-3 PM), gue berusaha keluar dari venue, untuk cari udara segar. Biasanya gue mampir ke sebuah mall yang namanya Supersam, untuk menyantap kebab di situ. Atau ke sebuah tempat makan yang namanya Sphinx. Kalau misalnya tetap ada sesi, biasanya ya either makan telat, atau menikmati buffet service yang harganya sekitar PLN 43 (43 zloty) per porsinya. Makan sekali sih masih enak, kalau besok balik lagi, ya makanannya sama aja... hahahah... 

Kadang gue pulangnya agak malam. Kalau malam begitu, gue biasanya mampir di Christmas Market setempat dan menyantap hot chocolate seharga PLN 10 per gelasnya. Hot chocolate itu dark chocolate yang nyigmad banget untuk dinikmati di malam hari di Katowice, yang biasanya bersuhu di bawah nol derajat celcius itu.






Dua minggu di Katowice gak terlalu membuat gue bosan. Gue bosan karena dapur di hostel itu jauh banget dari kamar. Jadinya gue malas untuk ke dapur, dan gue jadinya terus-terusan mengkonsumsi sup gelas instan gitu. Lama-lama eneuk, sis...

Krakow
Selama di Poland kemarin, gue cuman punya 1 hari libur. Yes. Literally. Hari libur itu adalah hari Minggu tanggal 9 Desember 2018. Pas banget, di tanggal itu yang gue tau, semua toko di Katowice tutup. Hari itu kita, satu kamar, pergi ke Krakow yang letaknya sekitar 1 jam dari Katowice. Ketimbang Katowice, Krakow lebih besar. Konon Krakow merupakan kota terbesar kedua setelah Warsawa di Polandia.

Gue ke Krakow naik bis yang disediakan sama organizer-nya COP 24, dan gratis. Dari Spodek, kita turun di Stadion Reymana di Krakow, dari situ masih naik trem lagi sekitar 5 stop-an, sebelum akhirnya kita sampai di old town-nya. Gue terus terang suka banget dengan Krakow karena menurut gue cantik banget kotanya. Selidik punya selidik, ternyata Krakow adalah salah satu kota turis. No wonder di hari Minggu itu, banyak banget orang-orang berkeliaran.










Kami masuk ke kawasan old town-nya melalui sebuah pintu gerbang yang megah banget. Setelah gue cari-cari informasinya, ternyata Krakow ini erat banget dengan sejarah, terutama di jaman Perang Dunia kedua. Had I known it before, gue akan take more time to explore the city. Gue cuman punya waktu sekitar 4 jam untuk mutar-mutar kota tua Krakow. Karena Krakow juga cepat gelap, jadi kami cenderung untuk pulang lebih awal ke Katowice. Setidaknya, kami sudah menikmati Christmas market di Krakow dan ngeliatin pasarnya yang rame sangad itu.

At least, gue memanfaatkan hari libur gue dengan baik.

Sisa-sisa dari Polandia
Hari ketika gue harus ke Bandara Katowice, gue menggunakan aplikasi mytaxi yang menurut gue sangat membantu gue yang malas beli nomor lokal. Hanya dengan bermodalkan internet, lu bisa pesan taksi, dan jauh lebih murah ketimbang lo pakai taksi bandara. Pengemudi yang ngebawa gue ke bandara adalah orang Polandia asli Katowice. Bisa dibilang, practically dia tidak pernah meninggalkan kota Katowice ini. Tapi, bahasa inggrisnya bagus banget. Dia bilang, dia belajar bahasa Inggris dari pekerjaannya menjadi seorang supir taksi. Interesting.

Dia cerita bahwa Katowice ini sebenarnya adalah kota industri, tapi memang lebih banyak yang dikembangkan adalah industri batu bara. Terus tiba-tiba secara bertahap industri batu bara itu di-phase out. Lalu kemudian, Katowice menjadi tuan rumah untuk COP 24, di mana isu fossil fuel, salah satunya batu bara, menjadi komoditas yang ingin dihentikan. Ini kebetulan, atau sudah direncanakan, kira-kira?





Well, anyway, hasil capek-nya gue dari Polandia, terus terang masih berasa sampai sekarang sih. Entah karena akumulasi dari dua minggu tidurnya nggak beres (dan mungkin sebelumnya), atau karena jetlag. Pastinya, gue sampai sekarang masih mencari ritme tidur yang lebih baik, kalau bisa mengembalikan ritme tidur gue sebelum gue ke Poland. Memang kalau boleh jujur, kunjungan ke Poland kemarin itu kurang terasa, karena memang nggak ada waktu untuk duduk diam dan merenungkan keberadaan gue di Polandia. But it's still a great experience that I'd like to share to all of you.

Semoga menyenangkan ya...

ime'...

Comments

Popular Posts