Gyeongju: "Museum without walls"

Postingan ini masih tentang perjalanan gue ke Korea Selatan bulan Oktober 2019 yang lalu. Kali ini gue mau cerita tentang perjalanan 1 hari gue ke Gyeongju. Sebenarnya gue pengen mengunjungi tempat ini dari bulan Maret 2019 (yes, gue ke Korea juga untuk liburan dalam rangka ulang tahun gue). Gara-garanya, tentu saja gue nggak ingat. Hahah... tapi mungkin karena gue baca Lonely Planet Korea gue, mencari top 13-nya. Salah satunya adalah sebuah kuil yang namanya Bulguk-sa, yang merupakan salah satu UNESCO herritage. Thus, gue mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang gimana caranya bisa nyampe' sana, dan tentu saja, gue juga lihat-lihat sekitar. Sepertinya itu yang membantu gue untuk menemukan Gyeongju.

Gyeongju, menurut Lonely Planet Korea, juga dikenal dengan nama "museum without walls". Setelah mengunjungi Gyeongju, gue ngerti kenapa disebut dengan "museum without walls", karena memang gak ada batasan-batasan yang jelas antara atraksi yang satu dengan yang lain. Bangunan itu kayak, ya emang ada aja di situ.

Gyeongju merupakan ibukota dari dinasti Shilla di tahun 57 BC, dan terus menjadi ibukotanya sampai dengan seribu tahun berikutnya (setidaknya itu yang dikatakan oleh sumber bacaan gue). Banyak banget peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di tempat ini, which is sangat suitable dengan gue yang suka banget sejarah, terutama di masa-masa kerajaan-kerajaan gitu.

Gue terus terang suka banget dengan Gyeongju ini. Rasanya memang nggak bisa lihat semua daerahnya dalam satu hari bolak-balik, kayaknya perlu nginap di sana. Transportasi di sana sangat friendly menurut gue, walaupun gue sempat ketinggalan bis dari stasiun kereta menuju ke Bulguk-sa. But I ended up really really fine.

Rute gue di Gyeongju adalah Bulguk-sa temple, Gyeongju National Museum, Tumuli-gongwon (dan kompleksnya), Cheomseongdae, dan yang terakhir adalah Anapji Pond.



Bulguk-sa Temple

Tujuan gue yang pertama ketika sampai di Gyeongju adalah Bulguk-sa Temple, karena dia yang paling jauh. Menariknya di Gyeongju ini adalah bis nomor 11 dan 10 itu bergerak berlawanan arah, tapi tujuan akhirnya tetap Bulguk-sa Temple. Jadi misalnya lo naik nomor 11, dia dari kanan ke kiri, sedangkan kalau naik nomor 10, dia dari kiri ke kanan. Lucu deh. Gue juga di Gyeongju bisa pakai T-Card, jadi gue gak perlu beli-beli kartu lagi untuk naik bis.

Perjalananan ke Bulguk-sa Temple ini memakan waktu sekitar 1 jam. Begitu sampai ke Bulguk-sa, gue masuknya nyasar gitu. Secara gue nggak tau mana jalan masuknya. Tapi akhirnya sampai juga kok.



Komplek dari kuil ini menarik banget sih, tapi yang membuat sangat menarik adalah kuilnya itu sendiri. Gue seperti gak mau bergerak dari tempat gue ngambil foto. Cuaca waktu itu cerah, gak terlalu panas, dan langitnya biru sangat. Paling pas emang ke sana itu bawa bekal, karena lo bisa makan siang di depan kuil itu, di bawah pohon-pohon yang rindang. Perlu dicatat juga tentunya, ini tempat banyak juga pengunjungnya. Kalau mau motret, perlu sabar banget jiwa dan raga. Atau, pilihan lainnya adalah datang pagi-pagi banget. I like this place, really.



Central Gyeongju

Selesai di Bulguk-sa Temple, gue naik bis ke Central Gyeongju. Sebenarnya gue nggak tau mau turun di mana. Gue lost banget; dan gue kan kalau ke Korea gak pernah sewa mobile wifi, gue 100% mengandalkan hasil riset gue sebelum gue pergi ke tempat-tempat ini. Akhirnya, gue mampir sejenak di Gyeongju National Museum. Seperti yang gue bilang, museum sebenarnya PR banget buat gue. Tapi lumayan di sini gue bisa refill bekal gue, terutama air mineral, karena ada 7-11 di situ.

Selesai ngaso sebentar, gue akhirnya memutuskan untuk jalan kaki, atau nyari rental sepeda. Ternyata, pas gue keluar dari museum, gue menemukan Anapji Pond, pas nyerong kiri dari museum. Berhubung gue pengen ngambil gambar malam di Anapji Pond, gue memutuskan untuk ngikutin jalan aja. Siapa tau gue ketemu dengan atraksi-atraksi lainnya. Tentu saja gue akhirnya menemukan atraksi-atraksi lainnya. Karena gue berpikir semuanya walkable, jadi gue nggak nyewa sepeda deh. Pada akhirnya, gue menyesal juga nggak nyewa sepeda; pegel, kakak.





Tempat pertama yang waktu itu gue kunjungi adalah jalan muter-muterin desa kecil yang ada di situ. Desa itu banyak bener turisnya. No wonder sih, memang desa itu menarik banget. Banyak banget rumah-rumah khas Korea, kalau gak salah namanya Hanok. Jalannya juga kecil-kecil, gue suka banget dengan environment yang seperti itu. But honestly, gue gak bohong sih, kalo' kaki gue pegel banget. Gue jalan terus muter-muter desa itu, sampai gue melihat ada sungai kecil di situ, dan gue duduk, menikmati bekal gue. Ini yang gue suka banget dengan traveling solo. Gue bisa menentukan sendiri pace gue, gak terlalu cepat dan gak terlalu lambat. I can just hear myself, what I want to do next.


Sering banget kita selalu memaksakan diri kita untuk memenuhi 'tugas' atau tuntutan orang lain. Padahal, kita sendiri harus mendengarkan diri kita sendiri. Apakah kita lagi capek secara fisik, mental, atau apa pun. Traveling solo adalah momen yang paling pas untuk kita mendengarkan diri kita sendiri. If we are willing to hear more, kita bisa mendengar suara kecil yang ada di dalam hati kita sendiri.




Tumuli-gongwon

Setelah gue puas mutar-mutar desa, gue mencari yang namanya Tumuli-gongwon. Sebenarnya ini adalah kompleks kuburan dari keturunan Shilla (yang gue mengerti ya). Kuburan mereka itu dibuat dalam bentuk gundukan besar dengan rumput-rumput hijau yang rapih banget. Gue nemu sih, dan banyak banget spot-spot yang menurut gue bagus banget untuk difoto (terlepas dari nilai sejarahnya, ya). Sebuah kuburan, namanya Cheonmachong (Heavenly Horse Tomb), dibuka untuk umum. Jadi kita bisa masuk dan melihat beberapa ornamen-ornamen yang ditemukan.





Cheomseongdae

Kalau yang satu ini adalah bangunan observatory yang terletak terbuka; gak perlu bayar untuk masuk.   Menurut lonely planet, observatory ini dibangun antara AD 636 dan 646. Lama banget yak. Banyak banget turis yang ngelilingin bangunan ini. Gue juga gak terlalu lama di sekitar bangunan ini, karena waktu itu udah sore banget.



Anapji pond

Anapji pond ini merupakan salah satu highlight gue di Gyeongju. Konon, Anapji Pond ini kalau difoto malam, bagus banget. Makanya, gue taruh Anapji pond di itinerary gue yang terakhir. Ini sebenarnya beberapa bangunan yang ada di tengah-tengah kolam. Tapi emang megah dan manis banget. Kalau jadi keluarga kerajaan yang dihormati, mungkin bisa jadi tempat minum teh di sore hari. It's pretty and it's nice; so I guess, it becomes pretty nice place.




Gue terus terang gak banyak menjajaki tempat ini, karena kaki gue udah pegel banget jalan kaki. Tempat ini juga pernah jadi salah satu lokasi shootingnya Running Man, variety show yang asli kocak banget. Sayangnya gue gak bisa ngambil foto ini waktu gelap. Pertama karena gue gak bawa tripod, kedua, ya karena kamera gue gak afford night scene tanpa tripod (jadi sebenarnya masalahnya di tripod kali ya... hahahah....). But I did enjoying this place. I would come back, though.


Gue balik dari Anapji Pond ke stasiun naik bis nomor 700 dari halte yang pas di depan Donggung and Woljin bus stop, ambil yang jam 18.34. Gue sampai di stasiun sekitar jam 7.03 PM, masih bisa makan malam stew soft tofu di stasiun. Yes, stew soft tofu itu favorit gue banget.

Kunjungan gue ke Gyeongju benar-benar membuat gue pengen balik lagi. Sangat berbeda dengan Seoul, Gyeongju ini lebih banyak sejarahnya, dan gue pengen balik untuk melihat bagian lain dari Gyeongju.

ime'...

Comments

Popular Posts