DMZ: Arti dari sebuah perjuangan

Heyho,

udah lama banget kayaknya gue gak ngisi di blog ini. Berhubung sekarang lagi masa-masanya Work from Home (WFH), gue mendapatkan sedikit waktu luang sebagai hasil dari penghematan waktu travel dari dan ke kantor. Lumayan juga, gue bisa mendapatkan waktu ekstra sekitar 3-4 jam sehari, akibat penghematan tersebut. Memanfaatkan waktu ekstra tersebut, di dua minggu ini, gue berniat untuk menulis lagi di blog ini. Gue akan cerita tentang perjalanan gue ke Korea Selatan bulan Oktober 2019 yang lalu, waktu gue mengambil waktu libur. Seperti biasanya, sebisa mungkin gue akan travel solo. 

Walaupun ini bukan kali pertama gue ke Korea Selatan, gue tetap belum menemukan kebosanan bepergian ke sana. Ada banyak tempat baru, hal baru, bahkan pemikiran baru setiap gue ke sana. Bulan Oktober 2019 lalu, gue travel ke beberapa tempat, yang memang gue pengen banget ke sana, dan setelah mengunjunginya, gue rasanya pengen balik lagi. Gue masih merasa bahwa gue perlu waktu lebih lama di tempat-tempat tersebut. I still have so many corners to explore

Karena gue mengunjungi beberapa tempat, gue akan menceritakannya dalam beberapa postingan. Untuk posting yang ini, gue akan cerita tentang Demilitarised Zone, atau yang disebut dengan DMZ. Kalau suka baca Lonely Planet, DMZ ini termasuk dalam 13 tempat di Korea yang menjadi highlight.



DMZ ini merupakan perbatasan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Tempat yang paling terkenal banyak peminatnya adalah Blue Building, namun tidak bisa sembarangan masuk ke situ. Konon, harus melalui paket tour, yang selalu penuh bahkan 6 bulan sebelumnya. Gue pun mengalami hal yang sama, jadi, gue hanya menggunakan paket tour yang bisa membawa gue keliling area DMZ saja. Waktu itu harga tournya sekitar USD 50 per orang. Sebenarnya ke DMZ sekarang bisa 'ngeteng' juga; jadi pergi sendiri naik kereta, terus nanti keliling pakai bis. Kali berikutnya gue ke Korea Selatan, gue pengen coba metode yang ini. Kenapa, karena biasanya kalau 'ngeteng' kita nggak dikejar-kejar waktu, jadi kita bisa pergi kemana aja sampai waktu kapan aja.

Ada 3 tempat yang waktu itu gue kunjungi dengan tour tersebut: Odusan observatory, Imjingak Park + Freedom bridge, dan Memorial Museum. Odusan observatory dan Imjingak Park merupakan tempat yang ingin gue kunjungi lebih lama. Untuk museum, gue kayaknya masih punya PR juga.

Odusan observatory

Tempat pertama yang gue kunjungi adalah Odusan observatory. Di tempat ini kita bisa meneropong ke Korea Utara, dan melihat pemukiman di perbatasan tersebut, bahkan kita juga bisa melihat sekolah di sana. Secara view dan scenery, Odusan observatory ini menarik banget, kalau bagus terdengar terlalu klise. Namun, yang paling berkesan buat gue dari tempat ini adalah sebuah hall yang berisi pesan-pesan yang dituliskan di atas tile kecil, yang mencerminkan kerinduan sang penulis, pada keluarga mereka yang masih ada di Korea Utara. Tulisan-tulisan tersebut bahkan menyatakan betapa mereka ingin bertemu kembali dengan sanak saudara mereka, dan berharap dua negara ini berdamai. Gue terus terang tersentuh banget dengan tulisan-tulisan itu. Membayangkan, gimana rasanya harus berpisah dengan keluarga, dan sama sekali tidak bisa saling mengunjungi. 



Beberapa tile gue baca, karena ada terjemahannya. Walaupun gue gak bisa baca semuanya, tapi melihat gimana tile ini disusun satu per satu, sudah membuat gue sangat tersentuh. Our wish/hope is the best fuel to live. Itu sebabnya, we need to be hopeful in living, especially in these moments of time.

Imjingak Park dan Freedom Bridge

Tempat ini menurut gue juga sangat menarik dan edukatif. Salah satu tempat yang menurut gue bagus banget itu adalah museum yang dibuat di dalam sebuah tunnel. Gue gak ingat sepenuhnya sih, tunnel itu tentang apa. Tapi museum kecil yang ada di situ, memperlihatkan senjata-senjata yang digunakan pada masa itu, untuk berperang. Ada satu pojokan yang menarik perhatian gue banget. Pojokan itu adalah tempat dimana ada seperangkat teknologi, yang dulu digunakan untuk mengirimkan pesan. Gue nyoba untuk menulis sesuatu di situ (yang tentu saja gue lupa apa'an), and it came out nicely. Pesan yang gue tulis itu bisa muncul di mana-mana. Sepertinya untuk menunjukkan kepada si pembaca pesan, "Hey, I'm here..."



Imjingak punya banyak hal lainnya yang bisa dilihat. Freedom bridge, di mana orang-orang masuk ke Korea Selatan, baik dengan berjalan kaki maupun dengan naik kereta. Hal lain yang juga disampaikan di tempat ini adalah jalur kereta yang ditembaki oleh peluru-peluru pada masa itu. Bahkan di tiang-tiang penopang jalan kereta ditunjukkan lubang-lubang akibat peluru yang ditembakkan waktu itu, untuk menghentikan jalannya kereta.


Ada banyak hal yang sebenarnya bisa dilihat di Imjingak ini, sayangnya, karena gue ikutan tour, gue nggak bisa menjelajahi tempat ini lebih jauh. Bagi banyak turis, tempat ini menarik banget, termasuk bagi gue. Recalling our past sangat membantu kita untuk menyadari darimana kita berasal, dan terlebih lagi, untuk selalu mensyukuri apa pun yang kita hadapi hari lepas hari. 

Tempat berikutnya adalah memorial museum. Gue gak menjelajahi banyak di tempat ini, karena sebenarnya, gak semua museum bisa gue nikmati. Tapi memorial museum ini, di bagian depannya, memberikan suatu gambaran bagaimana banyak negara mengerahkan tentara-tentara mereka untuk membantu Korea Selatan dalam perjuangan mereka untuk menjadi negara yang merdeka. 

Gue merasa belum selesai menjelajah DMZ. I hope to come back soon.

ime'...




Comments

Popular Posts